Membaca surat surat Kartini - Kepribadian, kesetaraan dan kebangsaan Pilihan

Ilsa Nelwan, Yayasan JaRI Jumat, 06 Mei 2022 13:02
(3 pemilihan)

Kartini dilahirkan tahun 1879, satu dari 11 anak, dan anak perempuan kedua dari bupati Jepara 1880-1905 raden Mas Adipati Ario Samingun Sosroningrat, anak dari selir Ibu Ngasirah yang keturunan Kiai. Ayahnya menikah lagi karena ketentuan pada zaman itu istri utama haruslah keturunan ningrat.

Kartini mulai menarik perhatian publik pada saat ia berumur 19 tahun dan berpartisipasi dalam pameran nasional karya perempuan di Ibukota Belanda Den Haag. Lebih lebih lagi setelah partisipasinya itu tulisan Kartini diterbitkan dalam jurnal ilmiah Belanda Bijdragen tentang perkawinan diantara orang Kodja dan penggunaan celup biru pada proses membatik.

Kartini juga memasukkan cerita pendek pada jurnal perempuan kolonial “Dr Echo”: Sehari Bersama Gubernur Jenderal dan Kapal perang di Pelabuhan. Surat surat dan tulisan Kartini penting bukan hanya karena menceritakan tentang seorang perempuan Jawa yang bernama Kartini, tetapi juga memberikan gambaran tentang kolonialisme dan sejarah Indonesia, pada saat munculnya nasionalisme Indonesia.

Penulisnya adalah seorang perempuan dan tulisan ini pada waktu dimana tulisan luas ditulis oleh perempuan di dunia barat pun masih terbatas. Lebih uniknya Kartini, tokoh jajahan menulis tentang kolonialisme pada masa perasaan kebangsaan masih sangat terbatas.

Kartini berjuang cukup lama untuk bisa melanjutkan pendidikannya. Namun pada saat beasiswanya keluar, dia menikah dengan laki laki yang punya beberapa selir dan enam orang anak. Kartini meninggal empat hari setelah melahirkan tahun 1904.

Kedudukan di masyarakat Jawa

Kartini lahir ditengah keluarga terpandang yang secara tradisional memerintah sebagian besar wilayah timur laut Jawa Tengah. Budaya ningrat Pesisir berbeda dengan budaya istana Jawa Tengah, lebih fleksibel.

Banyak kerabatnya menjadi Pejabat pribumi yang berpendidikan Belanda dan sangat dihargai oleh birokrasi Eropa. Ayah Kartini Sosroningrat seperti bupati lain telah melampaui proses magang administrasi menjadi wedana, pejabat administrasi Jawa di perkebunan tebu Mayong sebelum diangkat menjadi “regent “pada 1880.

Pendidikan 

Seluruh keluarga Sosroningrat biasa berbicara dalam bahasa Belanda yang sangat baik dengan suara yang halus. Ketiga bersaudara Kardinah, Roekmini dan Kartini juga terpelajar. Ayah Kartini cukup progresif untuk memasukkan anak anaknya pada sekolah orang Eropa. 

Kartini mulai dipingit setelah bersekolah sampai umur 12 tahun, melanjutkan pendidikannya secara informal dengan istri seorang pejabat kolonial Eropa, Marie Ovink -Soer.

Dialah yang memberikan bahan bacaan dalam bahasa Belanda yang dilengkapi oleh Ayahnya dengan berlangganan koran berbahasa Belanda serta jurnal pengetahuan dan budaya yang dirujuk dalam korespondensinya.

Surat surat Kartini

Bagi Kartini menulis surat bukanlah sekedar bersenang senang, suatu cara mengungkapkan perasaan, namun memiliki motif yang serius. Termasuk untuk meningkatkan kemampuan berbahasa dan menulis dalam bahasa Belanda.

Dalam kosa kata modern Kartini memiliki “agenda” dan surat suratnya merupakan “try out”. Agenda ini merupakan upaya untuk mendefinisikan alternatif modernitas untuk Jawa dalam konteks perubahan yang muncul pada awal abad ke dua puluh.

Walaupun Kartini menulis surat suratnya sebagai komunikasi pribadi, namun dikonstrusikan dengan hati hati. Kadang kadang Kartini menjelaskan kesadarannya tentang pentingnya gagasan dan tindakannya, sehingga pernyataannya bermakna dalam sejarah.

Beberapa ringkasan surat suratnya diterbitkan semasa dia masih hidup dan beberapa dijelaskan sepintas dalam artikel yang dipublikasikan. Publikasi yang terbuka tentang tujuannya: Pendidikan barat dan mengakhiri poligami dan kawin paksa sulit diartikulasikan pada masanya.

Saat itu tidak bisa diterima perempuan dalam kedudukan sosialnya dan belum menikah terlibat dalam debat publik, oleh karena itu surat menyurat pribadi bisa menjadi strategi menyampaikan gagasannya kepada sekelompok tokoh kolonial terkemuka.

Tentang kesetaraan dan kebangsaan

Kartini bisa disebut feminis karena ia membaca dan menerima ideal dari apa yang saat ini secara universal dikenal sebagai gelombang pertama gerakan feminis Eropa.

Yang membuat kasus Kartini menarik adalah kemampuannya untuk menggunakan perjalanan feminis progresif di negeri Belanda dengan analisa kritis tentang tradisi Jawa dan kolonialisme. Korespondensi panjangnya dengan Stella Zeehandelaar memperlihatkan kredensial feminisnya.

Gagasan feminis Kartini berbaur dengan aspirasi nasionalisnya: menentang nilai nilai tradisional masyarakat Jawa utamanya kelompok elitenya. Model yang dihasilkan dari bacaan feminis Belanda pada awalnya mendorong Kartini untuk melaksanakan pekerjaan yang bermanfaat secara sosial dan mengendalikan hidupnya sendiri, tidak menyerah pada tradisi Jawa.

Namun disisi lain dia merayakan feminisme Eropa yang sama dalam suratnya pada Stella tahun 1899, dan kemudian dalam surat pengakuan konfidensial pada Rosa (14 Juli 1903) yang menyatakan kegagalan besarnya karena walaupun ragu ia menyetujui perkawinan
poligamis.

Apa yang Kartini dapat dari feminisme barat, dibingkai oleh kesadaran kebangsaan yang mulai tumbuh adalah bahwa perempuan perlu berkontribusi pada reformasi kebangsaan. Petisinya tahun 1903 “Berikan pendidikan pada orang Jawa” bukan hanya dokumen feminis saja tetapi sesuatu yang mendahului gerakan nasionalis.

Premis ideal pendidikannya adalah ketetapan bahwa orang Jawa sendiri, utamanya perempuan Jawa, harus dimampukan untuk berkontribusi pada emansipasi bangsa Jawa. Empat tahun setelah Kartini meninggal anak anak muda modern yang telah berkomunikasi dengan Kartini mendirikan Budi Oetomo.

Kalau saja Kartini hidup lebih lama dia mungkin bisa menjadi tokoh penulis dan pendidik Indonesia pra kemerdekaan. Pada tahun 1964 presiden Sukarno menetapkan Kartini sebagai pahlawan nasional.

Tanggal 21 April di Indonesia diperingati setiap tahun sebagai “Hari Kartini”, sayangnya masyarakat Indonesia hanya mengenalnya sebagai seorang perempuan ningrat Jawa yang berpakaian kebaya, kain kebaya itulah yang sering menjadi ciri peringatan hari Kartini.

Semoga dengan informasi baru ini peringatan hari Kartini bisa diperkaya dengan pembahasan pemikiran Kartini tentang kesetaraan dan kebangsaan.

Sumber: Buku “Kartini the complete writing 1898-1904” oleh Joost Coté terbit tahun 2014, edisi PDFnya tahun 2021, berisi kumpulan seluruh surat surat Kartini lengkap. Buku ini diterbitkan oleh Monash University publishing merupakan bagian dari “The Monash Asia Series”.

Joost Coté peneliti di departemen sejarah Monash Univeristy, Australia. Dia telah meneliti dan menerbitkan secara luas tentang modernitas kolonial di Hindia Belanda pada awal abad 20 dan telah menulis tentang Kartini dalam beberapa dasawarsa.

 

(oleh: Ilsa Nelwan, Yayasan JaRI) 

Baca 400 kali Terakhir diubah pada Jumat, 06 Mei 2022 13:15
Bagikan: