Ormas Islam Akan Kepung Istana Besok, Muhammadiyah: Kami Tidak Ikut, Lebih Banyak Mudharatnya

Selasa, 13 Oktober 2020 08:53
(0 pemilihan)

PR BEKASI - Sejumlah kelompok Ormas Islam dikabarkan akan melangsungkan unjuk rasa terkait penolakan terhadap UU Cipta Kerja (Ciptaker) pada Selasa, 13 Oktober 2020.

Dikabarkan akan hadir dalam demo tersebut, Front Pembela Islam (FPI), Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama, Persatuan Alumni (PA) 212 hingga Habieb Rizieq Syihab (HRS) Center akan hadir dalam aksi yang difokuskan lokasinya di Istana Negara, Jakarta.

Meski banya ormas Islam yang akan terlibat, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu'ti menyatakan bahwa pihaknya tidak akan bergabung dalam gerakan aksi pada Selasa itu.

"Muhammadiyah tidak ada hubungan dan tidak akan ikut dalam aksi yang akan dilaksanakan oleh sejumlah organisasi Islam pada Selasa," kata Abdul seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara.

 

Dalam pernyataannya, Muhammadiyah sedang fokus pada penanganan COVID-19 hingga dampak yang ditimbulkan seperti pendidikan, ekonomi hingga kesehatan masyarakat.

Selain itu, menurut pertimbangannya demonstrasi saat ini lebih baik ditahan dulu, melihat kondisi saat ini.

"Aksi demonstrasi lebih banyak mudharat daripada manfaatnya. Dalam Islam diajarkan agar meninggalkan perbuatan yang lebih banyak mengandung mudarat dibandingkan manfaat. Dalam hukum islam, hal yang sangat mendesak (aham) harus lebih diprioritaskan di atas hal yang penting (muhim)," tutur Abdul.

Meski tidak akan ikut dalam aksi, Abdul mengatakan bahwa Muhammadiyah tetap menghormati langkah yang diambil oleh masyarakat dengan tetap melakukan unjuk rasa  karena hal itu terjamin dalam Undang-undang.

Abdul mengatakan meski demonstrasi terjamin, dirinya mengingatkan agar peserta aksi dapat tertib dan tidak melakukan kekerasan hingga membuat kerusakan.

Selain itu, bagi aparat keamanan juga diharapkan memaksimalkan pendekatan dengan cara yang persuasif dan humanis sehingga tidak terjadi benturan terhadap masyarakat.

Muhammadiyah, lanjutnya tetap akan kritis terhadap kebijakan pemerintah jika bertentangan dengan hukum dan peraturan perundang-undangan.

Terutama jika hal itu bertentangan dengan Islam dan dapat merugikan umat islam, tetapi dengan penuh pertimbangan.

"Muhammadiyah tidak akan melengserkan pemerintahan yang sah. Risikonya terlalu besar bagi rakyat dan masa depan bangsa," ujarnya.***

Baca 484 kali Terakhir diubah pada Selasa, 13 Oktober 2020 10:42
Bagikan: