Serasi dalam Keberagaman Muhammad Ridlo Eisy (MRE): Kami mengucapkan selamat kepada Bung Nyoman Nuarta atas penghargaan dari ITB dalam bentuk Doctor Honoris Causa. Kapan penghargaan itu akan disampaikan? I Nyoman Nuarta (INN): Sesungguhnya anugerah itu akan diberikan dua bulan yang lalu, tetapi kami memohon untuk diundur sampai bulan Maret 2021, semoga pandemi Covid-19 sudah selesai, dan kita bisa santai bertemu di sini, dan kita bisa syukuran, makan-makan dan minum. Kan, nggak enak kalau makan-makan dan minumnya lewat zoom. MRE: Pandemi Covid-19 ini benar-benar mengganggu kehidupan sehari-hari, ya? INN: Ya, benar, sudah banyak korban, dan kita mesti berhati-hati dalam menghadapinya. Namun, harus dicatat bahwa banyak hal yang positif yang muncul karena pandemi ini di Indonesia. Kesetiakawanan antar warga muncul dengan sendirinya. Orang saling tolong-menolong, saling membantu untuk menjaga keselamatan dan kesehatan teman dan saudara. Kami juga turut serta bergotong-royong dengan masyarakat lain untuk menghadapi pandemi ini. Kami di NuArt tidak melakukan PHK terhadap karyawan. Mereka sudah kami anggap saudara. Kami hanya mem-PHK dua orang, karena kedua orang ini sering keluar kantor dan berbelanja di pasar. Kami terpaksa mem-PHK, karena takut mereka membawa penyakit ke Nu-Art. Ternyata mereka lebih memilih kebebasan daripada bekerja di Nu-Art. MRE: Kira-kira apa yang Bung Nyoman sampaikan pada saat penganugerahan doctor honoris causa nanti? INN: Saya ingin menekankan lagi bahwa ITB merupakan perguruan tinggi yang lengkap, mulai dari sains, teknologi, seni, dan bisnis. Apa yang saya sampaikan nanti merupakan pengembangan dari kuliah Studium Generale ITB beberapa waktu yang lalu. https://www.youtube.com/watch?v=VTYvTb7WXo4 Semua berujung pada bisnis, yang diharapkan bisa membiayai sendiri pengembangan sains, teknologi dan seni. Saya sangat mengharapkan ITB menjadi lembaga pendidikan yang mandiri. Khusus untuk seni, dengan pengaturan manajemen bisnis yang baik, diharapkan para seniman bisa mengembangkan karya-karyanya dari hasil karyanya sendiri. MRE: Seperti kemandirian pembangunan dan pengembangan Garuda Wastu Kencana (GWK) di Bali? INN: GWK adalah perjuangan jangka panjang, yang dimulai tawaran membuat patung setinggi 5 meter di dekat Bandara Ngurah Rai, dari Dirjen Pariwasata waktu itu, Joop Ave. Saya keberatan, dan mengusulkan pembangunan GWK https://www.youtube.com/watch?v=vluhuLl8-eE https://www.youtube.com/watch?v=bHWVXXJwGrE Suka duka pembangunan itu luar biasa. Saya pernah diancam mau dibunuh. Kemudian ada pertemuan dengan tokoh-tokoh Bali. Dalam pertemuan itu, ada tokoh Bali yang dihormati membuat pernyataan, “Jangan sentuh Nyoman Nuarta dan GWKnya. Siapa yang mengganggu Nyoman akan berhadapan dengan saya.” Sekarang GWK sudah jadi, sayangnya, saham saya di GWK sekarang 0%. MRE: Lho kok bisa? INN: Ceritanya panjang sekali. MRE: Sekarang kita bicara tentang Indonesia. Uni Soviet, negara adidaya pecah. Masih bagus, pecahnya dalam keadaan damai. Tetapi pecahnya Yugoslavia disertai dengan perang daerah yang parah. Apakah Indonesia tetap bisa bersatu, dan kalau pecah seperti apa nantinya? INN: Belum terpikir oleh saya, kalau Indonesia bubar. Yang membubarkan siapa? Yang membikin Indonesia siapa? Dia itu muncul dengan sendirinya, seperti gunung api, tiba-tiba muncul di tempat itu. Indonesia bukan negara yang dibangun atas dasar ideologi. Biasanya kemampuan ideologi itu ada batas waktunya. Indonesia memang seakan muncul dengan sendirinya, dan kokoh sampai sekarang, dan akan semakin kokoh nanti. Saya berasal dari Bali, menikah dengan orang Sunda. Anak saya Bali-Sunda, dan ada yang menikah dengan orang Aceh, sehingga menjadi Aceh-Bali-Sunda. Anak saya lainnya menikah dengan orang Sunda, sehingga Bali-Sunda-Sunda. Perpecahan seperti di Yugoslavia kemungkinannya kecil sekali. MRE: Namun harus dicatat, bahwa Indonesia itu sangat beragam, banyak perbedaan dalam masyarakat kita, bukan hanya dari suku, tapi budaya, bahasa, politik dan agama. INN: Adanya perbedaan justru membuat bersatu. Kalau selera kita seragam justru bisa menimbulkan perpecahan. Misalnya ada seorang punya istri, dan semua orang seragam selera, mencintai seorang wanita itu saja. Maka yang terjadi adalah perebutan cinta, bahkan mungkin sampai bunuh-bunuhan. Justru karena ada perbedaan selera, maka hidup berkeluarga dan bermasyarakat kita menjadi damai. Bayangkan, kalau di dunia ini hanya dikenal satu warna saja, bagaimana saya bisa melukis. Orang tidak akan mengenal pelangi, yang berwarna-warni. Kita harus terima perbedaan dan keragaman ini sebagai alat untuk persatuan, dan kita atur dengan serasi sehingga kita bisa menikmaninya dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara https://www.youtube.com/watch?v=gdwESnbh9fs