JAKARTA, KOMPAS.TV - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap satu tersangka kasus dugaan suap perpajakan di Sulawesi Selatan (Sulsel), Rabu (10/11/2021).

"Benar, informasi yang kami peroleh Rabu (10/11/2021), tim penyidik KPK menangkap satu orang pegawai pajak. Penangkapan dilakukan di Sulawesi Selatan," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

Kata Ali, penangkapan tersebut terkait pengembangan kasus dugaan suap perpajakan dengan terdakwa mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak Angin Prayitno Aji. KPK menilai pegawai pajak tersebut tidak kooperatif selama proses penyelesaian penyidikan kasus yang saat ini sedang dilakukan.

"Hari ini (Kamis, 11/11/2021), diagendakan dibawa ke Gedung Merah Putih (KPK) di Jakarta untuk pemeriksaan lebih lanjut. Perkembangannya akan kami sampaikan," ucap Ali.

Sebelumnya, Angin Prayitno Aji dan Kepala Sub Direktorat Kerja Sama dan Dukungan Pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak 2016-2019 Dadan Ramdani didakwa menerima suap senilai Rp15 miliar dan 4 juta dolar Singapura (sekitar Rp42,17 miliar) sehingga totalnya mencapai Rp57 miliar dari tiga wajib pajak untuk merekayasa hasil penghitungan pajak.

Pemberian suap itu berasal dari dua orang konsultan pajak PT Gunung Madu Plantations yaitu Aulia Imran Magribi dan Ryan Ahmad Ronas, kuasa Bank Pan Indonesia (Panin) Veronika Lindawati, dan konsultan pajak PT Jhonlin Baratama Agus Susetyo.

 

Penulis : Hedi Basri | Editor : Fadhilah

 

Sumber: https://www.kompas.tv/article/230865/kpk-ringkus-pegawai-pajak-di-sulsel-terkait-kasus-angin-prayitno

 

Diterbitkan di Berita
rmol.id  Rencana Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) untuk menggelar aksi demonstrasi terkait tes wawasan kebangsaan (TWK) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuai kecaman. Salah satunya disuarakan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Sulawesi Tenggara (Sultra).

Ketua Umum Badko HMI Sultra, Andi Baso Amirul Haq mengatakan, pihaknya mengecam rencana aksi demonstrasi BEM SI yang menolak TWK KPK. Pasalnya, ia menduga ada aktor intelektual yang menggerakkan rencana demonstrasi itu.

"Kami mengecam tindakan-tindakan, gerakan aksi dari salah satu BEM di Indonesia yaitu BEM SI pimpinan Nofrian Fadil Akbar yang terindikasi dipelopori oleh aktor intelektual," ujar Andi Baso dalam keterangannya, Senin (27/9).

Andi Baso menambahkan, aktor intelektual ini patut diduga memiliki hubungan langsung dengan pegawai KPK yang tak lolos TWK. Untuk itu, dia meminta para pegawai KPK yang tidak lolos TWK tersebut sebaiknya mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA).

"Berbesar hati saja menerima keputusan hasil asesmen yang tidak memenuhi syarat, dan sebagai warga negara yang baik untuk patuh dan tunduk kepada keputusan Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung terkait tes wawasan kebangsaan pegawai KPK," katanya.

Lebih lanjut, Andi Baso juga memita masyarakat tetap tenang dan tidak terprovokasi. Dia juga mengajak masyarakat agar selalu mendukung kinerja lembaga antirasuah pimpinan Firli Bahuri itu.

"Meminta dan mengajak kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk mendukung kinerja nyata KPK dalam hal pemberantasan korupsi di tanah air," tandasnya. 

EDITOR: AGUS DWI

 
Diterbitkan di Berita

Jakarta (ANTARA) - Tim gabungan dari kepolisian menjaga keamanan jalannya aksi demo mahasiswa dari Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) di depan Gedung KPK di Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin.

Massa mahasiswa yang berjumlah ratusan orang datang dari arah selatan Gedung KPK di Jalan Persada Kuningan, tiba sekitar pukul 10:30 WIB, tapi petugas gabungan dari kepolisian sudah membuat barikade, dengan tali membatas agar massa mahasiswa tidak maju lebih mendekat lagi ke Gedung KPK.

Pada aksi demo tersebut, petugas polisi juga tampak membagikan masker kepada peserta demo yang tidak memakai masker, untuk mengantisipasi penyebaran virus corona.

Kemudian, dari arah utara Gedung KPK di Jalan Persada Kuningan, massa mahasiswa yang berjumlah puluhan orang juga tiba sekitar pukul 11:30, sehingga massa mahasiswa yang melakukan aksi demo semakin ramai.

Aksi demo mahasiswa dari BEM SI itu agendanya adalah menyampaikan aspirasi kepada pemerintah terkait pemberhentian 57 KPK pegawai non-aktif yang tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK).

Pada pengamanan aksi demo tersebut, polisi juga menempatkan beberapa kendaraan taktis, yang biasa digunakan untuk mengurai massa, di sekitar Gedung KPK. Mobil pemadam kebakaran yang tankinya berisi air juga disiagakan di depan Gedung KPK.

Sebelumnya, Wakil Kepala Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Antonius Agus Rahmanto, yang hadir di depan Gedung KPK, Senin, mengatakan, menyiapkan tes antigen COVID-19 bagi mahasiswa BEM SI yang melakukan aksi demo.

"Tes swab antigen akan kita lakukan secara acak. Kita akan melihat situasi lapangan yang berkembang nanti," kata Agus.

Pewarta: Sihol Mulatua Hasugian
Editor: Riza Harahap
COPYRIGHT © ANTARA 2021

Diterbitkan di Berita

Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin sempat memimpin rapat pemilihan dan penetapan lima orang komisioner KPK era Firli Bahuri. Namun kini, ia ditangkap oleh pengurus KPK yang ia tetapkan.

Dirangkum CNNIndonesia.com, peristiwa itu bermula ketika Komisi III memilih lima nama pimpinan KPK melalui proses voting yang berlangsung pada Kamis (12/9) malam hingga Jumat (13/9) dini hari. Kala itu, Azis masih menjadi Ketua Komisi III DPR.

Hasil voting memperoleh lima nama pimpinan baru KPK, yakni Firli Bahuri, Alexander Marwata, Nawawi Pomolango, Nurul Ghufron, dan Lili Pintauli Siregar. Sebelum voting digelar, Komisi III sempat menggelar rapat tertutup selama sekitar 30 menit.

Mekanisme voting pun diputuskan digelar sekitar pukul 11.40 WIB, dan dimulai sekitar 10 menit kemudian. Aziz lantas menetapkan aturan main dalam voting pemilihan pimpinan KPK tersebut.

Anggota Komisi III DPR sebanyak 56 menuliskan lima orang capim pilihan mereka dalam kertas suara. Lalu mereka akan memilih lagi satu nama capim sebagai Ketua KPK. Azis selaku pimpinan rapat ditunjuk sebagai pemandu pemungutan suara tersebut.

"Mekanismenya bapak ibu kita pilih lima dari sepuluh, wajib. Kalau ada yang milih enam kita nyatakan gugur," kata Azis kala itu sebelum proses voting dimulai. Proses voting itu kemudian dilakukan hingga sekitar pukul 00.15 WIB, Jumat (13/9) dini hari.

Perolehan suara masing-masing nama calon pimpinan KPK yang terpilih pun keluar. Firli mendapatkan 56 suara, Alexander memperoleh 53 suara, Nawawi mendapatkan 50 suara, Lili mendapatkan 44 suara, serta Nurul memperoleh 51 suara.

"Pertama Nawawi, kedua Lili, ketiga Nurul, keempat Alexander, dan kelima Firli," kata Aziz. "Setuju," ucap seluruh anggota Komisi III DPR. Setelah lima pimpinan KPK terpilih, Komisi III yang dipimpin Azis membicarakan tata cara menentukan sosok yang akan menjadi Ketua KPK.

Akhirnya, anggota Komisi III sepakat menjadikan Firli yang masih menjabat Kapolda Sumatera Selatan aktif saat itu sebagai Ketua KPK periode 2019-2023. Proses pemilihan itu dilalui melalui musyawarah anggota Komisi III.

"Berdasarkan diskusi dan musyawarah seluruh fraksi hadir, dihadiri kapoksi dan perwakilan fraksi-fraksi menyepakati untuk menjabat pimpinan Ketua KPK masa bakti 2019-2023 sebagai ketua yang pertama adalah Firli Bahuri," kata Azis.

Saat nama Firli didapuk sebagai Ketua baru KPK, para anggota Komisi III menyambutnya dengan riuh tepuk tangan malam itu. Azis kala itu sempat mengucapkan terima kasih terhadap masukan, baik yang pro maupun kontra terkait pemilihan 5 pimpinan KPK. 

Azis kemudian bangkit dan menyalami Wakil Ketua Komisi III DPR lainnya usai berakhirnya rapat. Kini, Azis Syamsuddin telah ditahan oleh KPK terkait suap pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) Lampung Tengah pada 2017.

Azis diduga bersama dengan mantan Ketua PP Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) Aliza Gunado memberikan uang senilai Rp3 miliar dan US$36 ribu kepada mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju.

Azis dijemput paksa oleh penyidik KPK di kediamannya di Jakarta. Saat ini ia dijebloskan ke rutan selama 20 hari ke depan untuk kepentingan penyidikan. (rzr/bmw)

Diterbitkan di Berita

JAKARTA, KOMPAS.TV Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto memilih tak berkomentar lebih jauh terkait penahanan Azis Syamsuddin. Menurut dia, hal-hal mengenai kasus Azis akan dijelaskan oleh Sekretaris Fraksi Partai Golkar Adies Kadir di kantor Fraksi Golkar Kompleks Parlemen Senayan, Sabtu siang (25/9/2021).

Airlangga berujar, dia sebagai Ketua Umum Partai Golkar sudah menugaskan fraksi di DPR untuk memberikan penjelasan terkait kasus yang menjerat Azis.

"Kami sudah menugaskan kepada saudara Adies sebagai Badan Hukum dan HAM (Bakumham)," kata Airlangga saat ditemui di kawasan SCBD, Jakarta, Sabtu pagi.

Kata Airlangga, Golkar sedang mengkaji secara dalam soal kasus dugaan suap yang menjerat anggotanya. "Dan kami akan memberikan penjelasan. Silakan hadir di DPR jam 14.00," singkatnya. "Nanti Pak Adies dan tim pada akhirnya akan menjelaskan," sambung Airlangga. 

Seperti diberitakan Kompas TV sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Azis Syamsuddin (AZ) sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait kasus yang tengah ditangani KPK di Lampung Tengah.

Keterangan itu disampaikan oleh Ketua KPK Firli Bahuri pada Sabtu (25/9/2021) dini hari. “Saudara AZ, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Periode 2019-2024 (ditetapkan) sebagai tersangka terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi pemberian hadiah atau janji dalam penanganan perkara yang ditangani KPK di Kabupaten Lampung Tengah,” kata Firli Bahuri.

Awalnya, Azis Syamsuddin dijadwalkan menjalani pemeriksaan di KPK pada Jumat (24/9/2021). Namun hingga sore hari, Azis Syamsuddin tidak muncul dengan alasan masih menjalani isolasi mandiri setelah berinteraksi dengan orang positif Covid-19.

Alasan tersebut tidak kemudian membuat KPK percaya. Dipimpin Direktur Penyidikan KPK, tim penyidik bergerak ke kediaman Azis Syamsuddin untuk mengonfirmasi kesehatan politisi partai Golkar tersebut.

Hasil dari tes swab yang dilakukan, Azis Syamsuddin dinyatakan non-reaktif Covid-19. Dengan hasil tersebut, KPK kemudian membawa Azis Syamsuddin ke Gedung KPK untuk selanjutnya diperiksa terkait dugaan suap terhadap eks penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju.

Penulis : Hedi Basri | Editor : Gading Persada

Diterbitkan di Berita

BREAKING NEWS: KPK Tangkap Azis Syamsuddin

Jumat, 24 September 2021 20:00

Konten ini diproduksi oleh kumparan

KPK telah menangkap Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin. Menurut informasi yang dihimpun, Azis ditangkap di kediamannya oleh penyidik KPK. Plt juru bicara KPK Ali Fikri membenarkan penangkapan tersebut. Ali menyebut saat ini Azis tengah dibawa ke Gedung Merah Putih KPK.

"Iya (ditangkap). Sedang dibawa menuju KPK," kata Ali saat dikonfirmasi kumparan, Jumat (24/9). Diketahui, sejatinya Azis menjalani pemeriksaan pada hari ini di KPK.

Namun melalui sepucuk surat, Azis meminta pemeriksaan ditunda karena dia tengah isolasi mandiri. Namun KPK tetap menangkap Azis malam ini di kediamannya.

 

BREAKING NEWS: KPK Tangkap Azis Syamsuddin (1)

Wakil Ketua DPR Bidang Korpolkam Azis Syamsuddin. Foto: DPR RI

 

Nama Azis Syamsuddin santer dikabarkan sudah berstatus tersangka di KPK. Ia diduga terlibat kasus suap kepada penyidik KPK. Hal ini tak terlepas dari dakwaan mantan penyidik KPK AKP Stepanus Robin Pattuju.

Dalam dakwaan, perwira polisi itu disebut menerima suap terkait pengurusan lima perkara di KPK. Salah satunya ialah dari Azis Syamsuddin. Azis Syamsuddin bersama dengan kader Golkar Aliza Gunado diduga menyuap Robin sebesar Rp 3.099.887.000 dan USD 36.000.

Tujuannya ialah agar Robin mengupayakan keduanya terhindar dari kasus yang sedang diselidiki KPK di Lampung Tengah. Azis Syamsuddin membantah pernah memberikan suap kepada Robin. Untuk Robin, ia pun membantah menerima suap dari politikus Golkar itu.

Namun, ia mengaku pernah menerima suap terkait pengurusan perkara lain di KPK. Secara bersamaan, KPK mengakui sudah menjerat tersangka baru terkait dugaan suap pengamanan perkara di Lampung Tengah. Namun, KPK belum mengumumkan siapa tersangka yang dimaksud.

 

Diterbitkan di Berita

JAKARTA, KOMPAS TV - Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin dikabarkan telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penetapan tersangka terhadap Azis Syamsuddin diduga terkait kasus suap Dana Alokasi Khusus (DAK) di Lampung Tengah.

Posisi Azis yang menjabat pimpinan DPR pun menjadi rebutan dari kader-kader partai berlambang pohon beringin yang duduk di Senayan. 

Menanggapi hal itu, Ketua Badan Advokasi Hukum dan HAM DPP Partai Golkar Supriansa mengatakan, pihaknya belum mengambil sikap untuk menunjuk kader yang akan menggantikan Azis sebagai wakil ketua DPR tersebut. 

Ia mengaku, setidaknya dalam dua hari ke depan, pihaknya akan melakukan konsolidasi internal partai untuk membahas persoalan tersebut. "Kita akan lihat nanti perkembangannya satu, dua hari ke depan. Karena itu ada mekanisme di internal Partai Golkar," kata Supriansa kepada Kompas TV, Jumat (24/9/2021). 

Sebagai informasi, Azis dan rekan di partainya Aliza Gunado disebut memberi suap Rp3.099.887.000 dan 36 ribu dolar AS (sekitar Rp513 juta) ke penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju. Uang sekitar Rp3,613 miliar itu diduga diberikan dalam tujuan untuk mengurus kasus di Lampung Tengah.

Keterangannya tersebut terungkap dari jaksa penuntut umum (JPU) KPK Lie Putra Setiawan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta sebagaimana dikutip dari Antara, Senin (13/9/2021).

“Bahwa untuk mengurus kasus yang melibatkan Azis Syamsudin dan Aliza Gunado di KPK, terdakwa Stepanus Robin Pattuju dan Maskur Husain telah menerima uang dengan jumlah keseluruhan sekitar Rp3.099.887.000 dan 36 ribu dolar AS (sekitar Rp513 juta),” kata Lie Putra Setiawan. 
 

Penulis : Fadel Prayoga | Editor : Fadhilah

Diterbitkan di Berita

rmol.id Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih tetap menunjukkan kinerja apiknya dengan menangkap Bupati Kolaka Timur, Andi Merya Nur meski tanpa 56 pegawai yang akan diberhentikan dengan hormat karena tidak memenuhi syarat menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Begitu disampaikan warga Bekasi, Jawa Barat, Ondo Silitonga saat menyampaikan pendapatnya di program editorial Media Indonesia bertajuk "KPK Masih Bertaji", Kamis pagi (23/9).

"Penangkapan Bupati Kolaka Timur itu Andi Merya Nur itu mematahkan kesan bahwa KPK tanpa mereka Novel Baswedan Cs lemah," ujar Ondo seperti dikutip Kantor Berita Politik RMOL.

Ia memaparkan, menurunnya angka penangkapan pelaku rasuah menjadi wujud keberhasilan KPK dalam melakukan upaya pencegahan korupsi di bawah kepemimpinan Firli Bahuri. "KPK itu telah berhasil melakukan pencegahan, sehingga yang mau ditangkapin jadi berkurang," kata Ondo.

Pada Selasa malam (21/9), KPK kembali melakukan operasi tangkap tangan (OTT) dengan menangkap lima orang, termasuk Bupati Kolaka Timur (Koltim) Sulawesi Tenggara (Sultra) Andi Merya Nur.

Dari OTT itu, KPK menetapkan dua orang sebagai tersangka kasus suap proyek yang menggunakan dana hibah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Yaitu, Bupati Andi dan Kepala BPBD Koltim, Anzarullah.

Sebelumnya, KPK juga menangkap beberapa kepala daerah tahun ini. Tercatat, setidaknya ada 10 kepala daerah yang diringkus dalam kasus rasuah, di antaranya Bupati Probolinggo, Puput Tantriana Sari. 

Kemudian Bupati Banjarnegara, Budhi Sarwono; Walikota Tanjungbalai, M. Syahrial; Bupati Talaud, Sri Wahyumi Maria Manalip; dan Bupati Bintan, Apri Sujadi.

Kinerja KPK tersebut dianggap telah memperlihatkan bahwa KPK masih tetap garang memberangus korupsi dalam situasi apa pun, termasuk dalam kondisi pandemi Covid-19. 

EDITOR: DIKI TRIANTO

 

 
Diterbitkan di Berita

JAKARTA, NETRALNEWS.COM - Hari ini, Selasa 21 September 2021, KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap Gubernur Anies Baswedan terkait kasus tanah di Munjul.

Warganet langsung riuh rendah. Di akun FB Mak lambe Turah, banyak netizen memberikan komentar pedas.

LTY: “Jadi begitu sodara sodara pemirsa.... Cuman diperiksa doang ko... Santaiii..... Jangan panjang2 kepsennya takut entar sepatu Mak bisa ilang #eh.”

Sanubari Budiman: “Paling kpk sdh di undang makan malam... Wakakaka... Mingkem kabeh.”

Kuaswi: “Periksa...oh....periksa.... Teganya.....teganya...... Dirimu periksa.....”

Ani Purbalingga: “Emng smua ber awl dr d perixa kan?”

Untuk diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hari ini Selasa 21 September 2021, akan meminta keterangan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Pemeriksaan itu sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Jakarta Timur.

Plt Jubir KPK Ali Fikri mengatakan, memang penyidik mengagendakan untuk meminta keterangan terhadap Anies Baswedan. Juga kepada Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi.

"Pemanggilan saksi untuk tersangka YRC (mantan Dirut Perumda Sarana Jaya Yoory Corneles) dan kawan-kawan, diantaranya yaitu Anies Baswedan selaku Gubernur DKI Jakarta," kata Ali Fikri

KPK telah menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Jakarta Timur. Mereka yakni mantan Direktur Utama Perumda Sarana Jaya Yoory Corneles, Direktur PT Adonara Propertindo Tomy Ardian, Wakil Direktur PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene, dan Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur Rudy Hartono Iskandar. Lembaga Antikorupsi juga menetapkan PT Adonara Propertindo sebagai tersangka korporasi kasus ini.

Kasus ini bermula ketika Perumda Sarana Jaya diberikan proyek untuk mencari lahan di Jakarta untuk dijadikan bank tanah. Perumda Sarana Jaya memilih PT Adonara Propertindo sebagai rekanan untuk mencarikan lahan yang bisa dijadikan bank tanah.

Setelah kesepakatan rekanan itu, Yoory dan Anja menyetujui pembelian tanah di bilangan Jakarta Timur pada 8 April 2019. Usai kesepakatan, Perumda Sarana Jaya menyetorkan pembayaran tanah 50 persen atau sekitar Rp108,8 miliar ke rekening Anja melalui Bank DKI.

Setelah pembayaran pertama, Yoory mengusahakan Perumda Sarana Jaya mengirimkan uang Rp43,5 miliar ke Anja. Uang itu merupakan sisa pembayaran tanah yang disetujui kedua belah pihak.

Dari pembelian itu, KPK mendeteksi adanya empat keganjilan yang mengarah ke dugaan korupsi. Pertama, pembelian tanah tidak disertai kajian kelayakan objek. Kedua, pembelian tanah tidak dilengkapi dengan kajian apprasial dan tanpa didukung kelengkapan persyaratan yang berlaku.

Ketiga, pembelian tanah tidak sesuai dengan prosedur dan dokumen pembelian tidak disusun secara tanggal mundur. Keempat, adanya kesepakatan harga awal yang dilakukan Anja dan Perumda Sarana Jaya sebelum proses negosiasi dilakukan.

Reporter : Taat Ujianto
Editor : Irawan HP

Diterbitkan di Berita

JAKARTA, KOMPAS. TV – Usai ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi, masa lalu Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono yang pernah menjadi bandar narkoba kini menjadi sorotan publik.

Seperti diwartakan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono sebagai tersangka kasus korupsi, Jumat (3/9/2021).

Budhi bersama orang kepercayaannya, Kedy Afandi (KA), diduga melakukan tindak korupsi terkait pengadaan barang dan jasa Pembkab Banjarnegara tahun anggaran 2017-2018.

“Dengan telah dilakukannya pengumpulan berbagai informasi dan data yang kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ini ke penyidikan pada bulan Mei 2021, dengan menetapkan tersangka BS (Budhi Sarwono),” kata Ketua KPK Firli Bahuri, dikutip dari Kompas.com, Sabtu (4/9/2021).

Untuk keperluan penyidikan lebih lanjut, tim penyidik menahan Budhi Sarwono di Rutan KPK Kavling C1 dan Kedy Afandy di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur.

Penahanan ini akan dilakukan selama 20 hari, terhitung tanggal 3 September 2021 hingga 22 September 2021.

Dengan ditetapkannya Budhi Sarwono sebagai tersangka, masa lalunya yang pernah menjadi bandar narkoba disorot publik.

Dalam buku berjudul 'Saya Mau Jadi Muslim, Enak Jadi Kulinya Allah, Upahnya Gede’, Budhi Sarwono menceritakan masa lalunya yang disebutnya sebagai titik gelap dalam kehidupan.

Dalam buku tersebut, pria yang akrab disapa Wing Chin ini mengaku menjadi pemakai dan bandar narkoba di Purwokerto.

Terjun ke bisnis hitam ini membuat Budhi mencicipi pengalaman yang cukup mengerikan. Ia mengalami over dosis (OD) narkoba hingga mengalami mati suri.

“Kalau ditahan polisi suatu saat bisa kembali pulang, tapi ketika yang menahan malaikat saya bisa apa. Saya bersyukur mendapatkan kesempatan kedua,” tulis Budhi Sarwono dalam bukunya, dikutip dari Tribun Jateng, Sabtu (4/9/2021).

Penulis : Fiqih Rahmawati | Editor : Gading Persada

Diterbitkan di Berita